LAPORAN
PENDAHULUAN
PRAKTEK NERS
STASE GADAR RUANG HEMODIALISA
A.
Pendahuluan
Bagian terbesar pasien yang menjalani
hemodialisa didiagnosa dengan AKI dan CKD.
1.
AKI
Berdasarkan KDIGO (Kidney Disease: Improving
Global Outcomes) definisi acute kidney injury bila didapatkan salah satu dari
kriteria :
a. Serum kreatinin meningkat ≥ 26μmol/L dalam 48 jam
b. Serum kreatinin meningkat ≥ 1.5 kali dari nilai referens pasien, yang
diketahui telah terjadi selama 1 minggu, atau dianggap telah terjadi selama 1
minggu.
c. urine output
< 0.5ml/kg/jam selama >6 jam berturut-turut.
Nilai
refferens pasien harus merupakan nilai kreatinin terendah pasien dalam 3 bulan
terakhir.
Bila
nilai serum kreatinin refferens dalam 3 bulan terakhir tidak tersedia, dan
dicurigai terjadi AKI, maka
1. ulang serum kreatinin dalam 24 jam
2. nilai serum kreatinin refferens dapat
diperkirakan dari nilai serum kreatinin terendah, bila pasien sembuh dari AKI.
RIFLE Classification System for Acute Kidney Injury
Stage
|
Kriteria
GFR
|
Kriteria
Urine Output
|
Probability
|
Risk
|
SCr meningkat 1.5 x atau GFR menurun
> 25%
|
UO <0.5ml/kg/jam selama 6 jam
|
Tingkat
Sensitifitas tinggi (risk>injury>failure)
|
Injury
|
SCr meningkat 2 x atau GFR menurun
> 50 %
|
UO <0.5ml/kg/jam selama 12 jam
|
|
Failure
|
SCr meningkat 3 x atau GFR menurun
> 75 %
Atau SCr ≥4mg/dL; meningkat akut ≥
0.5mg/dL
|
||
Loss
|
Persistent acute renal failure;
kehilangan fungsi ginjal komplet selama lebih 4 minggu
|
High
specificity
|
|
ESRD
|
Kehilangan fungsi ginjal komplet
lebih 3 bulan
|
Kidney
Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) staging classification* of acute kidney injury (AKI)
Stage
|
Kriteria Serum creatinine (SCr)
|
Kriteria Urine output
|
1
|
meningkat ≥ 26 μmol/L dalam 48jam atau meningkat ≥1.5 sampai 1.9 X
nilai reference SCr
|
<0.5 mL/kg/jam selama > 6 jam berturut-turut
|
2
|
meningkat ≥ 2 to 2.9 X nilai reference SCr
|
<0.5 mL/kg/ jam selama > 12 jam
|
3
|
meningkat ≥3 X nilai reference SCr atau meningkat 354 μmol/L atau
dimulai renal replacement therapy (RRT) pada stage berapapun.
|
<0.3 mL/kg/jam atau >24 jam atau anuria selama 12 jam
|
Keuntungan
dan Kerugian beragam terapi RRT bagi AKI
Modality
|
Use in
haemodynamically unstable patients
|
Solute
clearance
|
Volume
control
|
Anti-coagulation
|
Peritoneal
dialysis
|
Yes
|
Moderate
|
Moderate
|
No
|
Intermittent
haemodialysis
|
No
|
High
|
Moderate
|
Possible
without
|
Hybrid
techniques
|
Possible
|
High
|
Good
|
Possible
without
|
CVVH
|
Yes
|
Moderate/High
|
Good
|
Possible
without
|
CVVHD
|
Yes
|
Moderate/High
|
Good
|
Possible
without
|
CVVHDF
|
Yes
|
High
|
Good
|
Possible
without
|
CVVH: continuous veno-venous haemofiltration,
HD: haemodialysis, HDF: haemodiafiltration.
2.
CKD
Berdasarkan The Kidney Disease Outcomes
Quality Initiative (K/DOQI) of the NationalKidney Foundation (NKF) mendefinisikan
Chronic Kidney Disease sebagai kerusakan ginjal atau penurunan GFR kurang dari
60mL/menit/1.73m2 selama 3 bulan atau lebih.
Pada tahun 2002 ,K/DOQI mempublikasikan stage
CKD, seperti berikut ini
Stage
1 : kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (lebih dari
90mL/menit/1.73m2)
Stage
2 : penurunan GFR ringan (60-89 mL/menit/1.73m2)
Stage
3 : penurunan GFR moderate (30-59 mL/menit/1.73m2)
Stage
4 : penurunan GFR berat (15-29 mL/menit/1.73m2)
Stage
5 : penurunan GFR kurang 15 mL/menit/1.73m2
Pada update sistem klasifikasi CKD, the NKF
merekomendasikan level GFR dan albuminuria agar digunakan bersama-sama daripada
terpisah, untuk meningkatkan akurasi prognostik pada pengkajian CKD. Perujukan
pada spesialis ginjal direkomendasikan pada level GFR kurang dari 15mL/menit
atau albuminuria lebih dari 300mg/24jam.
Formula
Cockcroft-Gault untuk estimasi kreatinin klirens
CrCl (pria) = ([140-umur] x BB(kg) ) /
(serum kreatinin x 72)
CrCl (wanita) = CrCl (pria) x 0,85
B.
Hemodialisis
Hemodialisis adalah suatu proses memisahkan sisa metabolisme yang
tertimbun dalam darah dan mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit juga asam
basa melalui sirkulasi ekstrakorporeal dengan menggunakan ginjal buatan. Beberapa
aspek yang mempunyai hubungan erat dengan masalah keperawatan antara lain :
Ginjal buatan, Dialisat, Pengolahan Air, Akses Darah, Antikoagulan, tekhnik Hemodialisa,
Perawatan Pasien Hemodialisa, Kompliokasi akut hemodialisa dan pengelolaannya, peranan
perawat yang bekerja di luar HD (ruang perawatan biasa)
1.
Ginjal Buatan
Suatu alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh,
bila fungsi kedua ginjal sudah tidak memadai lagi, mengatur keseimbangan cairan
dan elektrolit, mengeluarkan racun-racun atau toksin yang merupakan komplikasi
dari Gagal Ginjal. Sedangkan fungsi hormonal/ endokrin tidak dapat diambil alih
oleh ginjal buatan. Dengan demikian ginjal buatan hanya berfungsi sekitar 70-80
% saja dari ginjal alami yang normal.
Macam-macam ginjal buatan :
a. Paraller-Plate
Diyalizer
Ginjal pertama kali ditemukan dan sudah tidak dipakai lagi, karena
darah dalam ginjal ini sangat banyak sekitar 1000 cc, disamping cara menyiapkannya
sangat sulit dan membutuhkan waktu yang lama.
b. Coil Dialyzer
Ginjal buatan yang sudah lama dan sekarang sudah jarang dipakai karena
volume darah dalam ginjal buatan ini banyak sekitar 300 cc, sehingga bila
terjadi kebocoran pada ginjal buatan darah yang terbuang banyak. Ginjal ini
juga memerlukan mesin khusus, cara menyiapkannya juga memerlukan waktu yang
lama.
c. Hollow Fibre
Dialyzer
Ginjal buatan yang sangat banyak saat ini karena volume darah dalam
ginjal buatan sangat sedikit sekitar 60-80 cc, disamping cara menyiapkannya mudah
dan cepat.
2.
Dialisat
Adalah cairan yang terdiri dari air, elektrolit dan zat-zat lain
supaya mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan darah.
Fungsi Dialisat pada dialisit:
a. Untuk
mengeluarkan dan menampung cairan dan sisa metabolisme
b. Untuk mencegah
kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialisa
Tabel perbandingan darah dan dialisat :
Komponen elektrolit
|
Darah
|
Dialisat
|
Natrium/sodium
|
136mEq/L
|
134mEq/L
|
Kalium/potassium
|
4,6mEq/L
|
2,6mEq/L
|
Kalsium
|
4,5mEq/L
|
2,5mEq/L
|
Chloride
|
106mEq/L
|
106mEq/L
|
Magnesium
|
1,6mEq/L
|
1,5mEq/L
|
Ada 3 cara penyediaan cairan dialisat :
a. Batch
Recirculating
Cairan dialisat pekat dicampur air yang sudah diolah dengan
perbandingan 1 : 34 hingga 120 L
dimasukan dalam tangki air kemudian mengalirkannya ke ginjal buatan dengan
kecepatan 500 – 600 cc/menit.
b. Batch
Recirculating/single pas
Hampir sama dengan cara batch recirculating hanya sebagian
langsung buang.
c. Proportioning
Single pas
Air yang sudah diolah dan dialisat pekat dicampus secara konstan
oleh porpropotioning dari mesin cuci darah dengan perbandingan air : dialisat =
34 : 1 cairan yang sudah dicampur tersebut dialirkan keginjal buatan secara
langsung dan langsung dibuang, sedangkan kecepatan aliran 400 – 600 cc/menit.
3.
Pengolahan air/
Water Treatment
Tujuan :
a. Mencegah infeksi
nosokongial (sepsis)
b. Mencegah
intoksikasi (trace element).
Air untuk
mencampur dialisat pekat tidak perlu steril tetapi seharusnya tidak mengandung
zat/elektrolit, mikroorganisme dan benda-benda asing lainnya. Pada kenyataannya
kandungan air biasanya cukup bervariasi, hal ini dipengaruhi oleh letak
geografis jenis sumber air, musim, sistim instalasi dan penjernihan air.
4.
Akses Darah
Hemodialisme akan
efektif jika dialisme dilakukan sekitar 2-6 jam/minggu pada pasien baru,
sedangkan pada pasien yang sudah stabil dan menjalani kronik hemodialisa
sekitar 6 – 18 jam /minggu.
Untuk mendapatkan
aliran darah yang besar ( sekitar 200 -300 cc/menit) selama 2-5 jam sangatlah
sulit. Biasannya pada pasien akut kita lakukan pada vena vemoralis, sehingga
dapat diperoleh aliran darah yang besar.
Pada pasien
dengan program HD berkala yaitu 2 -3 kali/minggu harus disiapkan penyambungan
pembuluha darah arteri dan vena.
Ada 2 macam cara
:
a. Pintas (shunt)
eksternal
Kanula khusus
yang mengalirkan darah arteri langsung ke vena yang berdekatan. Kanula arteri
dan vena dihubungan dengan konektor sehingga pada saat dialisa konektor dibuka
lalu kanula arteri dihubungkan ke slang yang mengalirkan darah ke ginjal buatan
dan kanula vena untuk memasukkan darah kembali ketubuh penderita. Komplikasi
yang sering terjadi, seperti pembekuan darah infeksi, oleh karena itu pemakaian
pintas ini biasanya dibatasi lama pamakaiannya, paling lama 6 bulan. Hal ini
jarang dilakukan lagi.
b. Fistula
Arteriovenisa Interna
Fistula
Arteriovenisa Interna pertama kali dibuat oleh Brescia dan Cimino pada tahun
1966 yaitu menghubungan arteri dan vena yang berdekatan dengan cara operatif,
biasanya dilakukan pada daerah tangan. Aliran dan tekanan darah dalam vena akan
meningkat sehingga menyebabkan pelebaran lumen vena dan arterialisasi vena
secara perlahan-lahan. Dengan demikian memudahkan penusukan pembuluh darah
sesuai dengan yang diharapkan.
c. Antikoagulan
Selama
hemodialisa berlangsung diperlukan antikoagulan agar tidak terjadi pembekuan
darah, yang biasanya digunakan heparin.
Pemakaian heparin
ini dikenal dengan heparinisasi, macam heparinisasi :
1) Heparinisasi
sistemik
Digunakan pada
hemodialisa kronik yang stabil. Bolus heparin 1000 – 5000 unit tiap jam. Pada
jam terakhir tidak diberikan lagi.
2) Heparinisasi
regional
(sedang haid)
bolus heparin tetap diberikAN sebanyak 1000 – 5000 unit, selanjutnya diinfuskan
sebelum ginjal buatan dan protamine sulfat, sesudah ginjal buatan, sebelum
darah masuk kedalam tubuh penderita. Jadi heparin diberikan pada sirkulasi
ekstrakorporeal saja.
3) Heparinisasi
minimal
Diberikan hanya
500 unit saja pada awal tusukan karena penderita cenderung berdarah selanjutnya
tidak diberikan lagi.
5.
Tekhnik
hemodialisa
Sebelum berbicara
tentang tekhnik hemodialisa terlebih dahulu menjelaskan beberapa istilah :
a. Sirkulasi
ekstrakorporeal
b. Sirkulasi diluar
tubuh selama terjadi hemodialisa.
c. Sirkulasi
sistemik
d. Sirkulasi dalam
tubuh
e. Selaput
semipermiabel
f. Selaput yang
sangat tipis mempunyai pori-pori halus, hanya dapa dilihat dengan mikroskop.
g. Blood pump
(Roller Pump)
h. Pompa mesin
hemodialisa yang gunanya mengalirkan darah dari sirkulasi sistemik ke sirkulasi
ekstrakorporea dan kembali lagi ke sirkulasi sistemik selama proses
hemodialisa.
i. Blood Lines, selang darah yang mengalirkan darah dari tubuh
penderita ke dyalizer disebut arteria blood lines/inlet, sedangkan selang yang
mengalirkan darah dari dyalizer ke tubuh penderita disebut venous blood
line/outlet.
6.
Persiapan mesin dan perangkat HD
a. Pipa pembuangan
sudah masuk dalam saluran pembuangan
b. Sambungkan kabel
mesin dengan stop kontak
c. Hidupkan mesin ke
rinse selama 15-30 menit
d. Pindahkan ke
posisi dialyze lalu sambungkan slang dialisat ke jaringan tempat dialisat yang
telah disiiapkan.
e. Tunggu sampai
lampu hijau
f. Tes conductivity
dan temperatur
g. Gantungkan saline
normal sebanyak 4 flatboth yang telah diberikan heparin sebanyak 25-30 unit
dalam masing-masing flatboth
h. Siapkan ginjal buatan
sesuai dengan kebutuhan pasien
i.
Siapkan blood lines dan AV fiskula sebanyak2
j.
Ginjal buatan dan blood lines diisi saline normal (priming)
k. Sambungkan
dialisatelines pada ginjal buatan
l.
Sambil mempersiapkan pasien slang inlet dan outlet disambungkan
lalu jalankan blood pump (sirkulasi tertutup).
7.
Persiapan Penderita :
Indikasi hemodialisa
a. Segera/ indikasi
mutlak : over hidrasi atau edema paru, hiperkalemi, aliguri berat atau anuria,
asidosis, hipertensi maligma.
b. Dini/ profilaksis
: gejala uremia (mual muntah) perubahan mental, penyakit tulang, gangguan
pertumbuhan dan seks, perubahan kualitas hidup.
Bila penderita baru yang datang di ruang HD, sebelum kita
melakukan HD terlebih dahulu periksa kembali hasil-hasil pemeriksaan yang penting
(Hb, hematokrit, ureum, kreatinin, dan HbsAg), hal ini perlu untuk menentukan
tindak lanjut sperlu untuk menentukan tindak lanjut suatu HD.
Langkah-langkah HD
a. Timbang dan catat
BB
b. Ukur dan catat
tekanan darah (dapat digunakan untuk menginterpretasikan kelebihan cairan)
c. Tentukan akses
darah yang akan ditusuk.
d. Bersihkan daerah
yang akan ditusuk dengan betadine 10% lalu alcohol 70% kemudian ditutup pakai
duk steril.
e. Sediakan
alat-alat yang steril didalam bak spuit kecil :spuit 2,5cc sebanyak 1, spuit 1
cc 1 buah, mangkok kecil berisi saline 0,9% dan kasa steril.
f. Sediakan
obat-obatan yang perlu yaitu lidonestdan heparin.
g. Pakai masker dan
sarung tangan steril.
h. Lakukan anestesi
local didaerah akses darah yang akan ditusuk.
i. Tusuk dengan AV fistula lalu berikan heparin sebanyak 2000unit
pada inlet sedangkan outlet sebanyak 1000 unit.
j.
Siap sambungkan ke sirkulasi tertutup yang telah disediakan.
k. Aliran darah
permulaan sampai 7 menit 75 ml/menitkemudian dinaikkan perlahan sampai 200
ml/menit.
l.
Tentukan TMP sesuai dengan kenaikkan berat badan.
m. Segera ukur
kemabali tekanan darah, nadi, pernapasan, akses darah yang digunakan dicatat
dalam status yang telah tersedia.
8.
Perawatan pasien
Hemodialisa
Terbagi 3 yaitu ;
a. Perawatan sebelum
hemodialisa
o
Mempersiapkan perangkat HD
o
Mempersiapkan mesin HD
o
Mempersiapkan cara pemberian heparin
o
Mempersiapkan pasien baru dengan memperhatikan factor BioPsikososial,
agar penderita dapat bekerja sama dalam
hal program HD
o
Mempersiapkan akses darah
o
Menimbang berat bada, mengukur tekanan darah, nadi, pernapasan
o
Menentukan berat badan kering
o
Mengambil pemeriksaan rutin dan sewaktu
b. Perawatan Selama
Hemodialisa
Selama HD berjalan ada 2 hal pokok yang diobservasi yaitu penderita
dan mesin HD
1) Observasi
terhadap pasien HD
o
Tekanan darah, nadi diukur setiap 1 jam lalu dalam status
o
Dosis pemberian heparin dicatat setiap 1 jam dalam status
o
Cairan yang masuk perparenteral maupun peroral dicatat jumlahnya
dalam status
o
Akses darah dihentikan
2) Observasi
terhadap mesin HD
o
Kecepan aliran darah /Qb, kecepatan aliran dialisat/Qd dicatat
setiap 1 jam
o
Tekanan negatif, tekanan positif, dicatat setiap jam
o
Suhu dialisa, conductivity diperhatikan bila perlu diukur
o
Jumlah cairan dialisa, jumlah air diperhatikan setiap jam
o
Ginjal buatan, slang darah, slang dialisat dikontrol setiap 1 jam.
c. Perawatan sesudah
Hemodialisa
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan yaitu cara
menghentikan HD pada pasien dan mesin HD
1) Cara mengakhiri
HD pada pasien
o
Ukur tekanan darah nadi sebelum slang inlet dicabut
o
Ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium
o
Kecilkan aliran darah menjadi 75 ml/menit
o
Cabut AV fistula intel/ lalu bilas slang inlet memakai saline normal
sebanyak 50-100 cc, lalu memakai udara hingga semua darah dalam sirkulasi
ekstrakorporeal kembali ke sirkulasi sistemik
o
Tekan pada bekas tusukan inlet dan outlet selama 5-10 menit, hingga
darah berhenti dari luka tusukan
o
Tekanan darah, nadi, pernapasan ukur kembali lalu catat
o
Timbang berat badan lalu dicatat
o
Kirimkan darah ke laboratorium
2) Cara mengakhiri mesin
HD
o
Kembalikan tekanan negative, tekanan positif, ke posisi nol
o
Sesudah darah kembali ke sirkulasi sistemik cabut selang dialisat
lalu kembalikan ke Hansen connector
o
Kembalikan tubing dialisat pekat pada konektornya
o
Mesin ke posisi rinse, lalu berikan cairan desifektan (hipoclhoride
pekat) sebanyak 250 cc, atau cairan formalin 3% sebanyak 250 cc
o
Formalin dibiarkan selama 1-2 x 24 jam, baru mesin dirinsekan
kembali.
ASUHAN
KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Biodata
1) Nama :
2) Umur :
Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50
tahun
3) Jenis Kelamin
:
4) Pekerjaan :
5) Agama :
6) Alamat :
7) Pendidikan :
b. Riwayat
Kesehatan
1. Keluhan utama
Pada pasien GGK
yang akan dilakukan hemodialisa biasanya mengeluh mual, muntah, anorexia,
akibat peningkatan ureum darah dan edema akibat retensi natrium dan cairan.
2. Riwayat
kesehatan yang lalu
Perlu ditanya
penyakit-penyakit yang pernah diderita klien sebagai penyebab terjadinya GGK,
seperti DM, glomerulonefritis kronis, pielonefritis. Selain itu perlu
ditanyakan riwayat penggunakan analgesik yang lama atau menerus.
3. Riwayat
kesehatan keluarga
Perlu ditanyakan
apakah orang tua atau kelauarga lain ada yang menderita GGK erat kaitannya
dengan penyakitketurunannya seperti GGK akibat DM.
c. Data Biologis
1. Makan/ minum
Biasanya terjadi
penurunan nafsu makan sehubungan dengan keluhan mual muntah akibat peningkatan
ureum dalam darah.
2. Eliminasi
Biasanya terjadi
ganggutian pengeluaran urine seperti oliguri, anuria, disuria, dan sebagainya
akibat kegagalan ginjal melakukan fungsi filtrasi, reabsorsi dan sekresi.
3. Aktivitas
Pasien mengalami
kelemahan otot, kehilangan tonus dan penurunan gerak sebagai akibat dari
penimbunan ureum dan zat-zat toksik lainnya dalam jaringan.
4. Istrahat/
tidur
Pasien biasanya
mengalami gangguan pola istrahat tidur akibat keluhan-keluhan sehubungan dengan
peningkatan ureum dan zat-zat toksik seperti mual, muntah, sakit kepala, kram
otot dan sebagainya.
d. Pemeriksaan
fisik
Keadaan umum :
lemah dan penurunan tingkat kesadaran akibat terjadinya uremia
Vital sign :
biasanya terjadi hipertensi akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas
sistim
rennin
BB : Biasanya
meningkat akibat oedema
1. Inspeksi
- Tingkat
kesadaran pasien biasanya menurun
- Biasanya timbul
pruritus akibat penimbunan zat-zat toksik pada kulit
- Oedema pada
tangki, acites, sebagai akibat retensi caira dan natrium
2. Auskultasi
Perlu dilakukan
untuk mengetahui edema pulmonary akibat penumpukan cairan dirongga pleura dan
kemungkinan gangguan jantung (perikarditis) akibat iritasi pada lapisa pericardial
oleh toksik uremik serta pada tingkat yang lebih tinggi dapat terjadi gagal
jantung kongestif.
3. Palpasi
Untuk memastikan
oedema pada tungkai dan acietas.
4. Perkusi
Untuk memastikan
hasil auskultasi apakah terjadi oedema pulmonar yang apabila terjadi oedema
pulmonary maka akan terdengar redup pada perkusi.
e.Data psikologis
Pasien biasanya
mengalami kecemasan akibat perubahan body image, perubahan peran baik
dikeluarga maupun dimasyarakat. Pasien juga biasanya merasa sudah tidak
berharga lagi karena perubahan peran dan ketergantungan pada orang lain.
f. Data sosial
Pasien biasanya
mengalami penurunan aktivitas sosial akibat penurunan kondisi kesehatan dan
larangan untuk melakukan aktivitas yang berat.
g. Data Penunjang
1. Rontgen foto
dan USG yang akan memperlihatkan ginjal yang kecil dan atropik
2. Laboratorium :
- BUN dan
kreatinin, terjadi peningkatan ureum dan kreatinin dalam darah.
- Elektrolit
dalam darah : terjadi peningkatan kadar kalium dan penurunan kalium.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
DX I : Kelebihan
volume cairan berhubungan darah penurunan haluaran urin, diet berlebihan dan
retensi urine.
Intervensi
Keperawatan :
- Kaji status
pasien
a. Timbang berat
badan harian
b. Keseimbangan masukan
dan haluaran
c. Turgor kulit
dan adanya oedema
d. Tekanan darah,
denyut nadi dan irama nadi
- Batasi masukan
cairan
- Bantu pasien
dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan
Rasionalisasi :
- Pengkajian
meruapakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi
intervensi
- Pembatasan
cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urin dan respon terhadap
terapi
- Sumber
kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi
- Pemahaman
meningkatkan kerja sama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan.
Kriteria Evaluasi
- Menunjukkan
perubahan berat badan yang lambat
- Mempertahankan
pembatasan diet dan cairaan
- Menunjukkan
turgor kulit normal tampa oedema
- Melaporkan
adanya kemudahan dalam bernapas atau tidak terjadi napas pendek.
DX II : Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah,
pembatasan diet dan perubahan membram mukosa mulut.
Tujuan : Untuk
mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Intervensi
Keperawatan :
- Kaji faktor
berperan dalam merubah masukan nutrisi
a. Anoreksia,
mual muntah
b. Diet yang
tidak menyenangkan bagi pasien
c. Depresi
d. Kurang
memahami pembatasan diet
e. Stomatis
- Menyediakan
makanan kesukaan pasien dalam batas diet
- Tingkatkan
masukan protein yang mengandung nilai biologis, tinggi, telur, produk susu,
daging.
Rasionalisasi :
- Menyediakan
informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau dihilangkan untuk
meningkatkan masukan diet.
- Mendorong
peningkatan masukan diet.
- Protein lengkap
diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan penyembuhan.
Kriteria Evaluasi
:
- Memilih makanan
yang menimbulkan nafsu makan dalam batasi diet.
- Menunjukkan
tidak adanya penambahan atau penurunan berat badan yang cepat
- Menunjukkan
turgor kulit yang normal tampa oedema, kadar albumin plasma dapat diterima.
DX III :
Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan
Tujuan : Untuk
meningkatkan pengetahuan mengenai kondisi dan penanganan yang bersangkutan.
Intervensi
Keperawatan :
Bantu pasien
untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai perubahan akibat
penyakit dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya.
Rasionalisasi :
Pasien dapat
melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah akibat penyakitnya.
Kriteria Evaluasi
:
- Menyatakan
rencana untuk melanjutkan kehidupan normalnya sedapat mungkin.
- Menggunakan
informasi dan instruksi tertulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar