LP DAN ASKEP
CEDERA KEPALA
PENGERTIAN
Cedera
kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstisial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak.
Cedera Otak Primer:
Adalah
kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Pada cedera
primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
Cedera Otak Sekunder:
Adalah
kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi
yang timbul setelah trauma.
Proses-proses fisiologi yang abnormal:
-
Kejang-kejang
-
Gangguan saluran nafas
-
Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh:
·
edema fokal atau difusi
·
hematoma epidural
·
hematoma subdural
·
hematoma intraserebral
·
over hidrasi
-
Sepsis/septik syok
-
Anemia
-
Shock
Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat
kerusakan cedera otak dan sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.
Perdarahan yang sering ditemukan:
·
Epidural Hematom:
Terdapat
pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya
pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater,
pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya.
Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering
yaitu dilobus temporalis dan parietalis.
Tanda dan gejala:
penurunan
tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesa. Dilatasi pupil
ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler, penurunan
nadi, peningkatan suhu.
·
Subdural Hematoma
Terkumpulnya
darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik.
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang biasanya
terdapat di antara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut
terjadi dalam 48 jam – 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2
minggu atau beberapa bulan.
Tanda dan gejala:
Nyeri
kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan edema
pupil.
·
Perdarahan Intraserebral
Perdarahan
di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler, vena.
Tanda dan gejala:
Nyeri
kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegi kontralateral,
dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.
·
Perdarahan Subarachnoid:
Perdarahan
didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak,
hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan kesadaran,
hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk.
Penatalaksanaan:
Konservatif
·
Bedrest total
·
Pemberian obat-obatan
·
Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.
Pengkajian
BREATHING
Kompresi
pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi
perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa
Chyene Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing
( kemungkinan karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum
pada jalan napas.
BLOOD:
Efek
peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan
pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke
jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,
takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
BRAIN
Gangguan
kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cedera
kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,
sinkope, tinitus (Suara berdenging/berdengung), kehilangan pendengaran, baal
pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan
terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
·
Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
·
Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
·
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi
pada mata.
·
Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
·
Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus
vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
·
Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh
kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
BLADDER
Pada
cedera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri,
ketidakmampuan menahan miksi.
BOWEL
Terjadi
penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin
proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia)
dan terganggunya proses eliminasi alvi.
BONE
Pasien
cedera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang
lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi
spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi
karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks
pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.
Pemeriksaan Diagnostik:
·
CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya
hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
·
Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral,
seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
·
X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur),
perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
·
Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah
pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
·
Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrakranial.
Prioritas perawatan:
1.
memaksimalkan perfusi/fungsi otak
2.
mencegah komplikasi
3.
pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi
normal.
4.
mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
5.
pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis,
rencana pengobatan, dan rehabilitasi.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN:
1.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD
sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
2.
Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan
kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi
atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
3.
Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan
transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
4.
Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan
fisiologis; konflik psikologis.
5.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
persepsi atau kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan
/kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
6.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan
trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan
tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid).
Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
7.
Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien
(penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah,
menelan. Status hipermetabolik.
8.
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan
krisis situasional. Ketidak pastian tentang hasil/harapan.
9.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak mengenal informasi. Kurang
mengingat/keterbatasan kognitif.
RENCANA
TINDAKAN KEPERAWATAN
1) Perubahan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma);
edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
Tujuan:
·
Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi,
dan fungsi motorik/sensorik.
Kriteria
hasil:
·
Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Intervensi
|
Rasional
|
Tentukan
faktor-faktor yg menyebabkan
koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.
Pantau /catat status neurologis
secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.
Evaluasi keadaan pupil, ukuran,
kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya.
Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi,
frekuensi nafas, suhu.
Pantau intake dan out put, turgor
kulit dan membran mukosa.
Turunkan stimulasi eksternal dan
berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang.
Bantu pasien untuk menghindari
/membatasi batuk, muntah, mengejan.
Tinggikan kepala pasien 15-45
derajad sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.
Batasi pemberian cairan sesuai
indikasi.
Berikan oksigen tambahan sesuai
indikasi.
Berikan obat sesuai indikasi,
misal: diuretik, steroid, antikonvulsan, analgetik, sedatif, antipiretik.
|
Penurunan tanda/gejala neurologis
atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal, menunjukkan perlunya
pasien dirawat di perawatan intensif.
Mengkaji tingkat kesadaran dan
potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan
dan perkembangan kerusakan SSP.
Reaksi pupil diatur oleh saraf
cranial okulomotor (III) berguna untuk menentukan apakah batang otak masih
baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan
simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang
terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan okulomotor (III).
Peningkatan TD sistemik yang
diikuti oleh penurunan TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda
terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan kesadaran.
Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral. Demam
dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan kebutuhan
metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil)
yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.
Bermanfaat sebagai indikator dari
cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma
serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus. Gangguan ini dapat
mengarahkan pada masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang
akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral.
Memberikan efek ketenangan,
menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk
mempertahankan atau menurunkan TIK.
Aktivitas ini akan meningkatkan
tekanan intrathorak dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.
Meningkatkan aliran balik vena dari
kepala sehingga akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko terjadinya
peningkatan TIK.
Pembatasan cairan diperlukan untuk
menurunkan edema serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.
Menurunkan hipoksemia, yang mana
dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan
TIK.
Diuretik digunakan pada fase akut
untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK,. Steroid
menurunkan inflamasi, yang selanjutnya menurunkan edema jaringan.
Antikonvulsan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya aktifitas kejang.
Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif digunakan untuk mengendalikan
kegelisahan, agitasi. Antipiretik menurunkan atau mengendalikan demam yang
mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme serebral atau peningkatan
kebutuhan terhadap oksigen.
|
2) Resiko tinggi pola napas
tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat
pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
Tujuan:
·
mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria evaluasi:
·
bebas sianosis, Blood Gas Analysis dalam batas normal
Intervensi
|
Rasional
|
Pantau frekuensi, irama, kedalaman
pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan.
Pantau dan catat kompetensi reflek
gag/menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan napas sendiri. Pasang
jalan napas sesuai indikasi.
Angkat kepala tempat tidur sesuai
aturannya, posisi miirng sesuai indikasi.
Anjurkan pasien untuk melakukan
napas dalam yang efektif bila pasien sadar.
Lakukan penghisapan dengan ekstra
hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan
dari sekret.
Auskultasi suara napas, perhatikan
daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal misal:
ronkhi, wheezing, krekel.
Pantau analisa gas darah, tekanan
oksimetri
Lakukan ronsen thoraks ulang.
Berikan oksigen.
Lakukan fisioterapi dada jika ada
indikasi.
|
Perubahan dapat menandakan awitan
komplikasi pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak.
Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.
Kemampuan memobilisasi atau
membersihkan sekresi penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan
refleks menelan atau batuk menandakan perlunaya jalan napas buatan atau
intubasi.
Untuk memudahkan ekspansi
paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang
menyumbat jalan napas.
Mencegah/menurunkan atelektasis.
Penghisapan biasanya dibutuhkan
jika pasien koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan
jalan napasnya sendiri. Penghisapan pada trakhea yang lebih dalam harus
dilakukan dengan ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau
meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokonstriksi yang pada akhirnya akan
berpengaruh cukup besar pada perfusi jaringan.
Untuk mengidentifikasi adanya
masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang
membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru.
Menentukan kecukupan pernapasan,
keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan terapi.
Melihat kembali keadaan ventilasi
dan tanda-tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau
bronkopneumoni.
Memaksimalkan oksigen pada darah
arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat pernapasan
tertekan, mungkin diperlukan ventilasi mekanik.
Walaupun merupakan kontraindikasi
pada pasien dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini seringkali
berguna pada fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi dan membersihkan jalan
napas dan menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.
|
3) Resiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif.
Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon
inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup
(kebocoran CSS)
Tujuan:
Mempertahankan
normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
Kriteria evaluasi:
Mencapai
penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi
|
Rasional
|
Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan teknik
cuci tangan yang baik.
Observasi daerah kulit yang
mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, catat karakteristik
dari drainase dan adanya inflamasi.
Pantau suhu tubuh secara teratur,
catat adanya demam, menggigil, diaforesis dan perubahan fungsi mental
(penurunan kesadaran).
Anjurkan untuk melakukan napas
dalam, latihan pengeluaran sekret paru secara terus menerus. Observasi
karakteristik sputum.
Berikan antibiotik sesuai indikasi
|
Cara
pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.
Deteksi dini perkembangan infeksi
memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap
komplikasi selanjutnya.
Dapat mengindikasikan perkembangan
sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera.
Peningkatan mobilisasi dan
pembersihan sekresi paru untuk menurunkan resiko terjadinya pneumonia,
atelektasis.
Terapi profilatik dapat digunakan
pada pasien yang mengalami trauma, kebocoran CSS atau setelah dilakukan
pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial.
|
LP dan Askep Klien dengan Gangguan Cairan dan Elektrolit
LP DAN ASKEP KLIEN DENGAN HEMODIALISA
LA DAN ASKEP KLIEN DENGAN SVT
BUKU belajar ekg strip secara ringkas
LP DAN ASKEP KLIEN DENGAN DIC