Minggu, 07 Juli 2013

ASKEP KLIEN DENGAN CVA


ASKEP KLIEN DENGAN CVA (CERBROVASKULAR ACCIDENT)

PENGKAJIAN DATA DASAR
  1. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung CMI, katup jantung, disritmia, CHF, policitemia, hipertensi arterial.
  1. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku, kelemahan, tegang pada otak/muka
  1. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injuri
  1. Perubahan persepsi dan orientasi
  2. Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur kebutuhan nutrisi
  3. Tidak mampu mengambil keputusan

DIAGNOSA KEPERAWATAN
  1. Sistem Pernapasan
  1. Diagnosa keperawatan : Resiko tinggi aspirasi berhubungan dengan gangguan perceptual dan kognitif (menurunnya tingkat kesadaran)
DO :  Pasien kesadaran menurun, GCS : 3 – 2 – 2  = 7, auskultasi bunyi napas ronchi, nampak sesak napas, RR : 32 X/menit dan tidak teratur, tidak mampu melindungi jalan napas 
DS  : Keluarga mengatakan pasien tiba – tiba jatuh pingsan saat bekerja di rumah
Rencana perawatan :
  1. Tujuan : Tidak terjadi aspirasi
  2. Kriteria Evaluasi : ronchi berkurang, tidak sesak napas, RR : 12 –18 X/menit, pernapasan reguler
  3. Rencana dan rasional tindakan :
1)      Tentukan faktor penyebab gangguan yang berhubungan dengan situasi pasien, penyebab koma, penurunan perfusi cerebral dan potensial peningkatan TIK.
R)     Penyebab menentukan intervensi yang akan dilaksanakan. Perubahan tanda-tanda neurologis atau kegagalan setelah serangan  mungkin memerlukan mungkin memerlukan perawatan kritis untuk memonitor TIK.
2)      Monitor status neuroligi dan bandingkan dengan standar.
R)    Kaji perubahan dari status kesadaran dan potensial terjadinya peningkatan TIK dan berguna untuk menentukan lokasi, penyebaran dan kerusakan syaraf kranial. Dapat pula memperkirakan peningkatan TIK yang mungkin berhubungan dengan trombotic CVA.
3)      Monitor vital signs yaitu : Hipertensi atau hipotensi, bandingkan tekanan antara kedua lengan
R)    Gejala yang bervariasi dapat terjadi karena penekanan cerebral atau adanya cedera pada area vasomotor otak. Hipertensi atau hipotensi dapat merupakan faktor pencetus. Hipotensi dapat terjadi karena shock atau kolapsnya sirkulasi. Peningkatan TIK terjadi karena edema jaringan, formasi bekuan. Bendungan pada arteri subklavial dapat terjadi karena perbedaan tekanan pada kedua lengan.
4)      Respirasi, amati bentuk dan irama seperti cheyne stokes, ronci.
R)    Ketidakteraturan dapat menunjukkan lokasi peningkatan TIK dan membutuhkan intervensi lebih lanjut meliputi support pernafasan.
5)      Posisi kepala ditinggikan sedikit dengan posisi netral (hanya tempat tidurnya saja yang ditinggikan) dan kepala dimiringkan
R)    Menurunkan tekanan arterial dengan membantu drainase vena dan dapat meningkatkan sirkulasi/perfusi cerebral serta mencegah terjadinya aspirasi akibat lidah menutup jalan napas
6)      Kolaborasi pemberian oksigen
R)    Menurunkan hipoksemia, yang dapat menyebabkan vasodilatasi cerebral dan peningkatan tekanan/formasi edema


  1. Sistem Persarafan
  1. Diagnosa keperawatan : Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kelemahan motorik dan penurunan tingkat kesadaran
DO        :  Pasien nampak lemah, kesadaraan menurun, GCS : 3 – 2 – 2 = 7
DS   : --

  1. Tujuan : Tingkat kesadaran akan dipertahankan atau ditingkatkan dan pasien akan bebas dari cedera fisik.
  2. Kriteria Evaluasi : pasien tidak jatuh, terali tempat tidur terpasang, tempat tidur dalam posisi rendah
  3. Rencana dan rasional tindakan :
1)      Baringkan pasien dalam alignmen yang sesuai
R)    Pasien dalam alignmen yang sesuai mengurangi resiko untuk terjadinya cedera.
2)      Terapkan tindak kewaspadaan : tirali dipasang dan diberi bantalan
R)    Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran tidak mampu mengontrol dirinya sendiri dalam hal perlindungan dirinya
3)      Beritahukan kepada keluarga untuk tetap di samping pasien
R)    Melibatkan keluarga dalam menjaga keamanan  pasien membantu mengurangi resiko cedera 


  1. Sistem Perkemihan
  1. Diagnosa keperawatan : Total inkontinensia berhubungan dengan dsifungsi neurologis
DO      :  Pasien masuk terpasang dower kateter, menurun tingkat kesadaran, GCS : 3 – 2 – 2 = 7
DS   : Keluarga mengatakan pasien terpasang kateter sejak dari Sampang (Madura)

  1. Tujuan : Kontinensia dipertahankan sampai ke tingkat yang memungkinkan
  2. Kriteria Evaluasi : setelah kembali sadar pasien mampu mengontrol BAK-nya
  3. Rencana dan rasional tindakan :
1)      Kaji sebab pasien dipasang kateter
R)    Pasien CVA bisa terjadi retensi urine tapi bisa juga terjadi inkontinensia
2)      Pertahankan dower kateter sampai pasien sadar
R)    Pasien CVA dengan koma tidak mampu mengontrol BAK 
3)      Ukur urine output dan segera buang jika penuh
R)    Urine output dibandingkan dengan intake untuk melihat keseimbangan cairan dan urine segera dikosongkan dari urrobag untuk mencegah refluks dan bias terjadi distensi kandung kemih


  1. Sistem Pencernaan
  1. Diagnosa keperawatan : Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhbungan dengan ketidakmampuan untuk makan sendiri
DO        :  Pasien tingkat kesadaran menurun, terpasang infus D10%
DS   : Keluarga mengatakan sejak pagi saat jatuh pingsan hingga sekarang belum bisa makan dan minum
  1. Tujuan : Pasien akan mendapat kalori yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabollik tubuh.
  2. Kriteria Evaluasi : Pasien mendapat asupan nutrisi yang adekuat melalui NG tube atau TPN.
  3. Rencana dan rasional tindakan :
1)      Catat jumlah kalori setiap hari
R)    Melihat kemajuan kalori yang diperoleh pasien
2)      Beri makan melalui NG tube atau infuse
R)    Memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
3)      Pertahankan catatan berat badan setiap hari



  1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keadaan neurologi muskuler, kelemahan, parastesia, flaciad, paralisis
  1. Tujuan :
1)      Mempertahankan posisi dan fungsi yang optimal dengan tidak adanya kontraktur dan footdrop.
2)      Mempertahankan/ meningkatkan kekuatan dan fungsi area yang sakit serta kompensasi bagian tubuh lain.
3)      Menunjukkan teknik/prilaku aktivitas yang lebih baik
4)      Mempertahankan integritas kulit

  1. Intervensi :
1)      Kaji kemampuan fungsional otot. Klasifikasikan dengan skala 0 – 4.
R)    Mengindentifikasi kekuatan/kelemahan dapat membantu memberi informasi yang diperlukan untuk membantu pemilihan intervensi karena teknik yang berbeda digunakan untuk flacid dan spastis paralisis

2)      Rubah posisi tiap 2 jam ( supinasi, sidelying) terutama pada bagaian yang sakit
R)    Akan menurunkan resiko iskemia jaringan/injury. Sisi yang sakit biasanya kekurangan sirkulasi dan sensasi yang buruk serta lebih mudah terjadi kerusakan kulit/dekubitus.
3)      Berikan posisi prone satu atau dua kali sehari jika pasian dapat mentolerir.
R)    Membantu memelihara fungsi ekstensi panggul dan membantu bernafas.
4)      Mulai ROM aktif /pasif untuk semua ekstremitas. Anjurkan latihan meliputi latihan otot quadriceps/gluteal, ekstensi jari dan telapak tangan serta kaki.
R)    Meminimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur. Menurunkan resiko hiperkalsiurea dan osteoporosis pada pasien dengan hemoragic.
5)      Sangga ekstremitas pada posisi fungsional, gunakan footboard selama periode flaccid paralisis. Pertahankan posisi kepala netral.
R)    Dapat mencegah kontraktur atau footdrop dan memfasilitasi pengembalian fungsi. Flaccid paralisis dapat dikurangi dengan menyangga kepala, dimana spastik paralisis dapat dimulai karena penyimpangan kepala ke satu sisi.
6)      Gunakan segitiga penyangga lengan pada pasien dengan posisi tegak
R)    Penggunaan segitiga penyangga lengan selama masa flaccid paralisis akan menurunkan resiko subluksasi.
7)      Evaluasi penggunaaan dan kebutuhan terhadap bantuan posisi dan atau pembatas selama fase spastic paralisis
R)    Kontraktur fleksi terjadi karena otot fleksor lebih kuat dari otot ekstensor.
8)      Tempatkan bantal dibawah aksila sampai lengan bawah
R)    Mencegah abduksi bahu dan fleksi siku
9)      Elevasi lengan dan tangan
R)    Dapat meningkatkan aliran balik vena dan mencegah terjadinya formasi edema
10)  Letakkan gulungan padat pada telapak tangan dengan jari-jari menggenggam
R)    Menurunkan stimulasi fleksi jari-jari dan memelihara jari dan jempol pada posisi fungsional.
11)  Letakkan lutut dan pinggul pada posisi ekstendi
R)    Memelihara posisi fungsional

12)  Pertahankan kaki pada posisi netral dengan trochanter
R)    Mencegah terjadinya rotasi eksternal pinggul
13)  Observasi sisi yang sakit seperti warna, edema, atau tanda lain seperti perubahan sirkulasi.
R)    Jaringan yang edema sangat mudah mengalami trauma dan sembuh dengan lama.
14)  Bantu pasien duduk jika tanda-tanda vital stabil kecuali pada stroke hemoragic
R)    Membantu menstabilkan tekanan darah, membantu memelihara ekstremitas pada posisi fungsional dan mengosongkan kandung kemih yang mengurangi resiko terjadinya batu buli-buli dan resiko infeksi karena stasis urine.
15)  Anjurkan pasien untuk membantu melatih sisi yang sakit dengan ekstremitas yang sehat.
R)    Dapat merangsang bagian yang sakit dan mengoptimalkan bagian yang sehat

16)  Kolaboratif
a.       Konsul dengan ahli therapi fisik untuk latihan aktif, latihan dengan alat bantu dan ambulasi pasien.
R)    Program secara individual akan sesuai dengan kebutuhan pasien baik dalam perbaikan deficit keseimbangan, koordinasi dan kekuatan.
b.      Bantu dengan stimulasi elektrik seperti TENS unit sesuai indikasi
R)    Dapat membantu pengembalian kekuatan otot dan peningkatan kontrol otot volunteer
c.       Berikan relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi seperti baclofen, dantrolene.
R)    Dapat memperbaiki spastisitas pada sisi yang sakit
d.      Konsul therapi bicara.
R)    Mengkaji kemampuan verbal individual dan sensori motorik dan fungsi kognitif untuk mengidentifikasi deficit dan kebutuhan therapi.



17)  Independen
  1. Kaji tipe disfungsi misalnya : pasien tidak mengerti tentang kata-kata atau masalah berbicara atau tidak mengerti bahasa sendiri
R)    Membantu menentukan kerusakan area pada otak dan menentukan kesulitan pasien dengan sebagian atau seluruh proses komunikasi, pasien mungkin mempunyai masalah dalam mengartikan kata-kata (afasia Wernicke area dan kerusakan pada area Broca).
  1. Bedakan afasia dengan disartria.
R)    Dapat menentukan pilihan intervensi pada tipe gangguan.
  1. Dengar percakapan yang salah dan lengkapi.
R)    Pasien dapat kehilangan kemampuan untuk memonitor ucapannya, komunikasinya secara tidak sadar, dengan melengkapi dapat merealisasikan pengertian pasien dan mengklarifikasikan isi/arti.
  1. Katakan untuk mengikuti perintah secara sederhana seperti tutup matamu dan lihat ke pintu.
R)    Untuk menguji afasia reseptif .
  1. Perintahkan pasien untuk menyebutkan nama suatu benda yang diperlihatkan.
R)    Menguji afasia ekspresif, misalnya pasien dapat mengenal benda tersebut tetapi tidak mampu menyebutkan namanya.
  1. Perdengarkan bunyi yang sederhana seperti “sh……cat”
R)    Mengidentifikasi disartria komponen berbicara (lidah, gerakan bibir, kontrol pernafasan) dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin atau tidak terjadinya afasia ekspresif.
  1. Suruh pasien untuk menulis nama atau kalimat pendek, bila tidak mampu untuk menulis suruh pasien untuk membaca kalimat pendek.
R)    Menguji ketidakmampuan menulis (agrafia) dan deficit membaca (alexia) yang juga merupakan bagian dari afasia reseptif dan ekspresif.
  1. Beri peringatan bahwa pasien di ruang ini mengalami gangguan berbicara, sediakan bel khusus bila perlu.
R)    Untuk kenyamanan berhubungan dengan ketidakmampuan berkomunikasi.
  1. Memilih metode komunikasi alternatif misalnya menulis pada papan tulis, menggambar dan mendemontrasikan secara visual gerakan tangan.
R)    Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan situasi individu.
  1. Antisipasi dan bantu kebutuhan klien.
R)    Membantu menurunlkan frustasi oleh karena ketergantungan atau ketidakmampuan komunikasi.
  1. Ucapkan langsung kepada klien berbicara pelan dan tenang, gunakan pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak dan perhatikan respon pasien.
R)    Mengurangi kebingungan atau kecemasan terhadap banyaknya informasi. Memajukan stimulasi komunikasi, ingatan dan kata-kata.
  1. Berbicara dengan nada normal dan hindari ucapan yang terlalu cepat. Berikan waktu pasien untuk berespon.
R)    Pasien tidak dipaksa untuk mendengar, tidak menyebabkan pasien marah dan tidak menyebabkan rasa frustasi.
  1. Menganjurkan pengunjung untuk berkomunikasi dengan pasien misalnya membaca surat, membicarakan keluarga.
R)    Menurunkan isolasi sosial dan mengefektifkan komunikasi.
  1. Membicarakan topik-topik tentang keluarga, pekerjaan dan hobi.
R)    Meningkatkan pengertian percakapan dan kesempatan untuk mempraktekkan keterampilan praktis dalam berkomunikasi.
  1. Perhatikan percakapan pasien dan hindari berbicara secara sepihak.
R)    Memungkinkan pasien dihargai karena kemampuan intelektualnya masih baik.



  1. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori, transmisi integrasi (trauma deficit neurologis), stress psikologi, cemas diakibatkan oleh lapangan persepsi yang sempit.
Ditandai dengan :
  1. Disorientasi tempat waktu dan orang
  2. Perubahan pola tingkah laku atau kebiasaan respon terhadap rangsang
  3. Perubahan respon emosional, kurang konsentrasi dan proses fikir yang aneh
  4. Hipoparestesia, perubahan sensasi pengecapan atau penciuman, tidak mampu menyebutkan posisi bagian-bagian tubuh (proprioseptif)
  5. Tidak mampu mengenal obyek (aknosia visual)
  6. Perubahan pola komunikasi
  7. Inkoordinasi gerakan

Tujuan :
  1. Mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi persepsi
  2. Mengetahui perubahan ketidakmampuan
  3. Menunjukkan tingkah laku dalam mengkompensasi terhadap deficit

Intervensi
  1. Review kondisi patologis individu.
Mengantisipasi kerusakan sesuai area dan merencanakan perawatan sesuai dengan deficit.

  1. Evaluasi deficit visual, catat kehilangan lapangan pandang, perubahan persepsi (horisontal atau vertikal), adanya diplopia.
Adanya gangguan visual dapat menyebabkan efek negatif pasien tidak mampu mengenal lingkungan dan mempelajari gerakan-gerakan dan meningkatkan resiko injury.

  1. Mendekati pasien dari area visual yang sehat, tempatkan cahaya pada posisi obyek untuk memanfaatkan lapangan pandang yang sehat.
Membantu mengenal obyek dan dapat menolong masalah penurunan persepsi.

  1. Sederhanakan lingkungan.
Menurunkan jumlah rangsangan visual yang menyebabkan pasien bingung terhadap interpretasi lingkungan, menurunkan resiko kecelakaan.

  1. Kaji kemampuan sensorik misalnya membedakan panas atau dingin, tajam atau tumpul, posisi atau bagian otot tubuh dan sensasi sendi.
Mengurangi sensori kesadaran dan gangguan keseimbangan sensasi kinestetik negatif atau posisi dan pergerakan yang membedakan ambulasi. Resiko meningkatnya trauma.

  1. Stimulasi sensasi sentuhan misalnya berikan pasien obyek untuk disentuh atau digenggam.
Membantu melatih jalur sensori untuk integrasi penerimaan dan interpretasi rangsangan.

  1. Lindungi dari temperatur yang ekstrem, kaji lingkungan yang berbahaya.
Meningkatkan keamanan pasien dan menurukan resiko injury atau kecelakaan.

  1. Catat ketidaktahuan terhadap bagian-bagian dari tubuh atau lingkungan, tidak mengenal obyek sehari-hari atau orang.
Adanya aknosia (kehilangan komprehensi dari pendengaran, penglihatan atau sensasi lain meskipun sensorinya baik).

  1. Menganjurkan pasien untuk melihat kaki bila memposisikan dan menyadari posisi bagian-bagian tubuh.
Gunakan penglihatan dan rangsangan taktil dalam mengkaji reintegrasi pada area-area dan mengingatkan sensasi-sensasi yang terlupa pada pergerakan normal.

  1. Observasi respon tingkah laku seperti hostility, menangis, perasaan yang tidak menentu, agitasi, halusinasi.
Respon individual yang bervariasi tetapi umumnya seperti emosional yang labil, rasa frustasi, apati, afasia dan impulsif dapat hilang.

  1. Hindari keramaian atau rangsangan yang tidak perlu.
Menurunkan kecemasan dan menstabilkan respon emosi yang berhubungan sensori yang berlebihan.

  1. Berbicara tenang, gunakan kalimat pendek, pertahankan kontak mata.
Membatasi masalah yang timbul dapat membantu pasien untuk berkomunikasi.

  1. Validasi persepsi pasien, orientasikan kembali terhadap lingkungan, staf dan prosedur.
Mengkaji pasien dalam kemampuan mengidentifikasi yang tidak konsisten dan integrasi dari stimuli. Dan dapat mengurangi distorsi realitas

  1. Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol otot/kordinasi ditandai oleh kelemahan untuk ADL seperti makan, mandi, mengatur suhu air, melipat atau memakai pakaian.

Tujuan :
  1. Pasien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri
  2. Pasien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan
  3. Mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu.

Intervensi :
  1. Independen
  1. Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0 – 4 untuk melakukan ADL.
R)    Membantu dalam antisipasi/dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual.
  1. Hindari apa yang tidak dapat dilakukan pasien dan bantu bila perlu.
R)    Pasien ini dapat ketakutan dan tergantung, dan meskipun menolong mencegah frustasi ini penting untuk harga diri pasien.Menyadarkan tingkah laku/sugesti tindakan pada perlindungan kelemahan.
  1. Pertahankan support pola pikir izinkan pasien melakukan tugas, beri feedback positif untuk usahanya.
R)    Perlu untuk meningkatkan intervensi dan supervisi utnuk meningkatkan rasa aman pasien, pasien memerlukan empati, tetapi perlu mengetahui perawatan yang konsisten dalam menangani pasien. Meningkatkan harga diri, memandirikan pasien dan menganjurkan pasien untuk terus mencoba.
  1. Rencanakan tindakan untuk deficit penglihatan seperti tempatkan makanan dan peralatan dalam suatu tempat, dekatkan tempat tidur ke dinding.
R)    Pasien akan mampu melihat dan memakan makanan, akan mampu melihat keluar masuknya orang ke ruangan.
  1. Tempatkan perabotan ke dinding, jauhkan dari jalan
R)    Menjaga keamanan pasien bergerak di sekitar tempat tidur dan menurunkan resiko tertimpa perabotan.
  1. Beri kesempatan untuk menolong diri seperti menggunakan kombinasi pisau garpu, sikat dengan pegangan panjang, ekstensi untuk berpijak pada lantai atau ke toilet, kursi untuk mandi.
R)    Meningkatkan harga diri dan mengurangi ketergantungan.
  1. Kaji kemampuan komunikasi untuk BAK, kemampuan menggunakan urinal, pispot. Antarkan ke kamar mandi bila kondisi mengijinkan.
R)    Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah pengosongan kantung kemih oleh karena masalah neurogenik.
  1. Identifikasi kebiasaan BAB, anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas.
R)    Meningkatkan latihan dan menolong mencegah konstipasi.

Kolaboratif :
  1. Pemberian suppositoria dan pelunak feces/pencahar.
R)    Pertolongan utama terhadap fungsi bowell atau BAB.

  1. Konsul ke dokter therapi okupasi.
R)    Untuk mengembangkan therapi dan melengkapi kebutuhan khusus

  1. Gangguan harga diri berhubungan dengan biophysical, psikososial, perubahan persepsi kognitif ditandai dengan :
  1. Perubahan aktual dalam struktur dan fungsi
  2.  Perubahan penerimaan respon verbal dan non verbal
  3. Penilaian negatif terhadap tubuh, ketidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan
  4. Berfokus pada penampilan, kekuatan dan fungsi masa lalu
  5. Kehilangan atau perubahan dalam pekerjaan
  6. Tidak dapat menyentuh atau melihat bagian-bagian tubuh.

Tujuan :
  1. Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi.
  2. Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi.
  3. Mengakui dan menggabungkan perubahan kedalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif.

Intervensi :
  1. Independen
  1. Kaji perluasan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidak mampuan.
Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi.

  1. Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi atau perubahan pada pasien.
Beberapa pasien dapat menerima dan mengatur perubahan fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri sedangkan yang lain mempunyai kesulitan membandingkan, mengenal dan mengatur kekurangan.

  1. Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaan termasuk hostility dan kemarahan.
Menunjukkan penerimaan, membantu pasien untuk mengenal dan mulai menyesuaikan dengan perasaan tersebut.

  1. Catat ketika pasien menyatakan terpengaruh seperti sekarat atau mengingkari terpengaruh dan menyatakan inilah kematian.
Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan negatif terhadap gambaran tubuh dan kemampuan yang menunjukkan kebutuhan dan intervensi serta dukungan emosional.

  1. Pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh, mengingatkan kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat.
Membantu pasien untuk melihat bahwa perawat menerima kedua bagian sebagai bagian dari keseluruh tubuh. Mengijinkan pasien untuk merasakan adanya harapan dan mulai menerima situasi yang baru.

  1. Penekanan pengharapan kecil yang lain dalam fungsi penyembuhan dan kemandirian.
Menggabungkan harapan, membantu mengurangi perasaan marah dan menderita.

  1. Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan.
Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan mengontrol lebih dari satu area kehidupan.

  1. Anjurkan orang yang terdekat untuk mengjinkan pasien melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal untuk dirinya.
Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta mempengaruhi proses rehabilitasi.

  1. Dukung prilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi.
Anjuran mungkin dapat mengadaptasikan terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa mendatang.

  1. Dukung penggunaan alat-alat yang dapat mengadaptasikan pasien, tongkat, alat bantu jalan, tas panjang untuk kateter.
Meningkatkan kemandirian dan menurunkan ketergantungan terhadap orang lain untuk membantu pemenuhan kebutuhan fisik dan menunjukkan posisi untuk lebih aktif dalam kegiatan sosial.

  1. Monitor gangguan tidur, peningkatan kesulitan konsentrasi, lethargi dan withdrawal.
Dapat mengindikasikan terjadinya depresi (umumnya terjadi sebagai pengaruh dari stroke) dimana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut.

  1. Kolaboratif :
  1. Rujuk pada ahli neuro psikologi dan konseling bila ada indikasi
Dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan


  1. Resiko gangguan menelan berhubungan dengan gangguan neuromuskuler atau gangguan persepsi.
Tujuan :
  1. Pasien dapat menunjukkan cara makan yang baik sesuai dengan situasi individu dan mencegah aspirasi.
  2. Mempertahankan berat badan

Intervensi :
  1. Independen
  1. Review kelainan ketidakmampuan menelan, amati perluasan paralisis wajah dan lidah serta kemampuan pernafasan. Timbang berat badan secara periodik sesuai indikasi.
Intervensi pemberian nutrisi dan pemilihan pola makan ditentukan oleh faktor-faktor tersebut.

  1. Bantu pasien menelan secara efektif seperti bantu pasien dengan meninggikan kepalanya.
Posisi hiperekstensi membantu untuk mencegah aspirasi dan meningkatkan kemampuan menelan.

  1. Tempatkan pasien pada posisi yang lebih tinggi/duduk selama dan sesudah makan.
Menggunakan gravitasi untuk memfasilitasi menelan dengan menurunkan resiko aspirasi.

  1. Rangsang bibir membuka atau menutup dengan memberikan tekanan pada bibir dan bawah dagu bila diperlukan.
Membantu untuk melatih sensorik dan membantu kontrol otot muskular mulut.

  1. Letakkan makanan pada sisi mulut yang sehat.
Membantu perangsangan sensori termasuk daya kecap dimana dapat mendukung proses penelanan.

  1. Sentuh bagian pipi dengan tong spatel atau gunakan es pada lidah yang lemah.
Dapat membantu pergerakan lidah, mengontrol kebutuhan menelan dan menghambat protrosi lidah.

  1. Makan pelan-pelan pada lingkungan yang tenang.
Membantu pasien untuk berkonsentrasi dalam mengunyah tanpa distraksi eksternal.

  1. Beri makanan mulai dari semi cair, makanan lunak saat pasien sudah dapat menelan air. Bantu pasien memilih makanan yang tidak banyak serat, dan gampang ditelan seperti saus apel, telur dan sop.
Makanan lunak atau cair lebih mudah dikontrol dan menurunkan resiko tersedak atau aspirasi.

  1. Anjurkan untuk memakai pipet untuk makanan cair.
Menurunkan resiko tersedak.

  1. Anjurkan keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien.
Untuk menstimuli proses menelan dan meningkatkan intake.

  1. Pertahankan intake dan output yang tepat. Catat perhitungan kalori.
Jika proses menelan tidak mencukupi kebutuhan nutrisi atau cairan metode alternatif segera direncanakan.


  1. Anjurkan pasien untuk berpartisipasi dalam latihan atau aktivitas yang telah diprogramkan.
Dapat melepaskan endorphin di otak, meningkatkan rangsangan penyembuhan dan meningkatkan selera makan.

  1. Kolaborasi :
  1. Berikan cairan intravena atau sonde lambung.
Penting untuk mengganti nutrisi jika pasien tidak dapat makan secara oral


  1. Kurangnya pengetahuan/kebutuhan belajar terhadap kondisi dan penanganan berhubungan dengan kelemahan, keterbatasan kognitif, misinterpretai informasi, ketidakmampuan mengingat/mengulang kembali, tidak terbiasa dengan sumber informasi ditandai dengan informasi yang masih baru, pernyataan miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikuti informasi, perencanaan pencegahan komplikasi.

Tujuan :
  1. Pasien dapat berpartisipasi dalam proses belajar
  2. Mengungkapkan secara verbal pengertiannya terhadap kondisi/prognosa dan therapi
  3. Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup

Intervensi
  1. Independen :
  1. Evaluasi tipe/tingkatan dari persepsi sensori.
Deficit pasien berpengaruh terhadap metode pengajaran dan isi/kompleksitas intruksi yang akan diberikan.

  1. Diskusikan secara spesifik tentang patologi dan kemungkinan yang dapat terjadi pada pasien.
Membantu pasien berpikir realistis dan menolong pasien mengerti terhadap situasi dan kebutuhannya.

  1. Review keterbatasan dan diskusikan rencana/aktivitas setelah pasien mampu (termasuk hubungan seks).
Membantu pasien untuik mengerti dan mempunyai harapan nyata serta menyusun rencana untuk kehidupan normal setelah sembuh.

  1. Review tentang bagian therapi penting, identifikasi cara-cara melanjutkan proram setelah pulang.
Merekomendasikan aktivitas, keterbatasan dan kebutuhan therapi yang merupakan koordinasi dari disiplin kesehatan yang berbeda.

  1. Diskusikan rencana untuk menentukan kebutuhan self care
Variasi tingkatan bantuan dapat menolong pasien menentukan rencana sesuai dengan kondisinya.

  1. Berikan intruksi tertulis dan jadwal aktivitas, medikasi dan fakata-fakta penting.
Menolong mengingatkan pasien dan sebagai referensi setelah pulang.
Dukung pasien menyusun/menuliskan komunikasinya untuk mengatasi keterbatasan memorinya.
Menolong untuk memperbaiki memori dan kemampuan kognitif.

  1. Motivasi pasien untuk menurunkan/membatasi stimulus lingkungan, khususnya selama aktivitas kognitif.
Banyak/beragamnya stimulus dapat mengganggu proses berfikir.

  1. Identifikasi faktor resiko individu (seperti hipertensi, obesitas, merokok, atherosklerosis, penggunaan kontrasepsi oral) dan perubahan penting dalam gaya hidup.
Membantu secara menyeluruh proses penyembuhan dan dapat menurunkan resiko kambuh kembali.

  1. Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan follow up lebih lanjut seperti perubahan/menurunnya daya pandang, motorik, sensorik, gangguan mental, sakit kepala.
Mendeteksi gangguan agar cepat ditangani sehingga tidak terjadi lebih parah.

  1. Rujuk pada perawat keluarga atau dokter keluarga.
Lingkungan rumah dapat dievaluasi dan dimodifikasi sesuai kebutuhan pasien.

  1. Rujuk pada team rehabilitasi untuk perawatan follow up ahli therapist seperti fisik, okupasi, bicara, vokasional.
Meminimalkan/mengurangi deficit.